Salah satu kunci penting bagi pengembangan organisasi atau sekolah adalah faktor sumber daya manusia (SDM). SDM yang seperti apa yang bisa menjadi kunci sukses? Tentunya SDM yang terlatih dan berdaya saing. Untuk mewujudkannya, mereka mendapatkan pelatihan dan pengembangan kompetensi. Ada banyak metode yang masing-masing memiliki prinsip dan cara berbeda satu dengan yang lain, diantaranya adalah coaching, mentoring, facilitating (fasilitasi), consulting (konsultasi), dan training (pelatihan).
Dalam pendampingan, pengawas sekolah dapat berperan sebagai trainer, mentor, coach, fasilitator, atau konsultan. Penting untuk pengawas sekolah dapat mengidentifikasi peran yang paling sesuai dengan kebutuhan kepala sekolah. Berikut ini ilustrasi pemetaan metode pengembangan diri berdasarkan kebutuhan, keilmuan atau pengetahuan yang dimiliki oleh orang yang didampingi.
Setelah lebih paham mengenai perbedaan metode pendampingan seperti consulting (konsultasi), mentoring, training (pelatihan), facilitating (fasilitasi), dan coaching, pengawas sekolah perlu dapat memetakan kebutuhan dan menentukan metode pendampingan yang paling sesuai untuk kebutuhan pengembangan diri kepala sekolah. Di awal sebelum menentukan metode pendampingan yang sesuai, pengawas sekolah dapat melakukan percakapan dengan pendekatan coaching kepada Kepala Sekolah untuk menentukan tujuan pengembangan yang ingin dicapai, identifikasi hal-hal yang perlu disiapkan atau dikembangkan, dan hal-hal yang dapat mendukung keberhasilan untuk mencapai tujuannya. Dari percakapan tersebut pengawas sekolah dapat memetakan metode pendampingan yang sesuai untuk pengembangan diri kepala sekolah dalam meningkatkan kapasitas dan mutu layanan Satuan Pendidikan untuk menyelenggarakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Untuk itu mari kita belajar lebih jauh mengenai coaching.
Untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang apa itu coaching, International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai berikut: Coaching as partnering with clients in a thought-provoking and creative process that inspires them to maximize their personal and professional potential.”
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai hubungan kemitraan antara coach dan individu (coachee) yang dijalin melalui proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi coachee agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesionalnya.
A. POLA PIKIR SEORANG COACH
Apa pun pendekatan yang digunakan untuk pendampingan, ke semuanya diawali dengan paradigma berpikir dan prinsip-prinsip komunikasi yang memberdayakan. Disebutkan di atas bahwa salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching.
Salah satu tujuan pendampingan adalah agar kepala sekolah menjadi mandiri, yaitu dapat mengarahkan, mengatur, mengawasi, dan memodifikasi diri secara mandiri (self directed, self manage, self monitor, self modify). Untuk dapat mendampingi kepala sekolah menjadi pemimpin yang kompeten dan mandiri, diperlukan pola pikir dan prinsip coaching bagi pengawas sekolah yang mendampingi.
Pola Pikir Seorang Coach
Untuk dapat mendampingi kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensinya, pengawas sekolah perlu mempelajari pola pikir yang perlu dimiliki oleh seorang coach, yaitu:
Fokus pada coachee/individu yang akan dikembangkan
Bersikap terbuka dan ingin tahu
Memiliki kesadaran diri yang kuat
Mampu melihat peluang baru dan masa depan
Berikut adalah penjelasannya:
1. Fokus pada coachee
Pola pikir yang pertama adalah fokus pada coachee. Pada saat kita mendampingi coachee, seorang coach harus memusatkan perhatian pada apa yang dipikirkan oleh coachee, perasaannya, apa yang membuatnya berpikir begitu, apa yang dia inginkan, bukan pada situasi yang dibawanya dalam percakapan. Fokus diletakkan pada topik apapun yang dibawa oleh coachee, dapat membawa kemajuan pada coachee seusai kebutuhan dan keinginan coachee. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan seorang pengawas sekolah sebagai coach yang berfokus pada coachee yaitu kepala sekolah, bukan pada situasi yang disampaikan dalam percakapan antara kepala sekolah (coachee) dan pengawas sekolah (coach).
Coachee : Saya kewalahan nih menghadapi salah satu guru yang sering sekali tidak hadir karena alasan pribadi.
Coach : Apa yang membuat Ibu kewalahan menghadapi guru ini?
Coachee : Sulit sekali saya berkomunikasi dengan dia karena sepertinya dia tidak menganggap saya sebagai kepala sekolah mungkin karena saya baru dan usia saya yang jauh lebih muda darinya
Coach : Oh jadi itu yang sepertinya membuat Ibu merasa kewalahan ya? Lalu komunikasi seperti apa yang Ibu harapkan terjadi dengan guru ini?
Coachee : Saya ingin guru tersebut mau mendengarkan dan menghargai saya sebagai kepala sekolah dan mentaati peraturan yang ada untuk tidak sering absen dengan alasan yang sepertinya dibuat-buat
Coach : Jadi Ibu ingin guru tersebut mendengar dan menghargai Ibu sebagai kepala sekolah agar mau mentaati peraturan.. Nah menurut Ibu supaya guru tersebut mau menghargai Ibu dan mentaati peraturan yang berlaku, apa saja yang perlu Ibu lakukan?
Coachee : (coachee bercerita hal-hal yang perlu dilakukan)
Perhatikan percakapan di atas, saat seorang kepala sekolah (coachee) menyampaikan situasi mengenai salah satu gurunya yang sering absen dengan alasan pribadi. Kemudian pengawas sekolah (coach) yang mendampinginya memfokuskan coachee kepada apa yang perlu dilakukan. Percakapan ini berlanjut kepada hal-hal apa saja yang kepala sekolah tersebut perlu lakukan berbeda, apa yang perlu diketahui untuk dapat mencapai tujuan yaitu, sang guru mau mendengarkan dan menghargai kepala sekolah agar tidak sering absen dengan alasan pribadi.
2. Bersikap terbuka dan ingin tahu
Pola pikir yang kedua adalah bersifat terbuka dan ingin tahu. Coach harus selalu berpikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran coachee. Ciri-ciri dari sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah:
Tidak menghakimi, melabel, berasumsi, atau menganalisis pemikiran orang lain;
Mampu menerima pemikiran orang lain dengan tenang, dan tidak menjadi emosional;
Tetap menunjukkan rasa ingin tahu (curiosity) yang besar terhadap apa yang membuat orang lain memiliki pemikiran tertentu.
Agar coach dapat bersikap terbuka, coach perlu selalu berpikir netral terhadap apa pun yang dikatakan atau dilakukan coachee. Jika ada penghakiman atau asumsi yang muncul di pikiran coach atas jawaban coachee, maka coach perlu mengubah pikiran tersebut dalam bentuk pertanyaan untuk mengonfirmasi penghakiman atau asumsi itu secara hati-hati.
Contoh kalimat yang bisa diucapkan adalah “Pada saat saya mendengarkan apa yang Ibu ceritakan, saya menangkap adanya keinginan Ibu untuk terus berusaha sebisa Ibu. Apakah betul seperti itu Bu?”
Memelihara rasa ingin tahu membantu coach untuk memahami situasi coachee. Contoh kalimat yang bisa diucapkan adalah “Tadi Ibu mengatakan akan menurut saja apa yang dikatakan oleh guru senior tadi, dari mana datangnya pikiran itu?”
Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.
3. Memiliki kesadaran diri yang kuat
Kesadaran diri yang kuat membantu coach untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi selama pembicaraan dengan coachee. Coach perlu memiliki kemampuan untuk menangkap adanya emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari rekan coach.
4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan
Seorang coach perlu memiliki kemampuan untuk melihat peluang perkembangan yang ada dan bisa membawa coachee untuk melihat masa depan. Apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa depan. Coaching juga mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada masalah.
Agar Coachee bisa melihat peluang baru dan fokus pada masa depan, Coach dapat mengajukan pertanyaan berikut:
Tadi Bapak/Ibu sudah ceritakan situasi Bapak/Ibu saat ini, lantas situasi ideal apa yang Bapak/Ibu inginkan di masa depan?
Tadi Bapak/Ibu sudah ceritakan tantangan/masalah yang Bapak/Ibu hadapi saat ini, lantas idealnya situasinya seperti apa?
Apa saja yang bisa dijadikan pilihan untuk dapat mewujudkan situasi ideal tersebut?
Peluang apa saja yang dimiliki?
Apa yang perlu dilakukan untuk dapat memiliki peluang-peluang baru?
B. PRINSIP COACHING
Definisi coaching menurut ICF (International Coaching Federation) adalah “Hubungan kemitraan dengan klien, dalam suatu percakapan yang kreatif dan memicu pemikiran, untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional klien”. Prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata kunci pada definisi coaching tersebut, yaitu “kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi”. Dalam berinteraksi dengan kepala sekolah atau siapa saja, kita dapat menggunakan ketiga prinsip coaching tersebut dalam rangka memberdayakan orang yang sedang kita ajak berinteraksi. Mari kita bahas satu persatu:
1. Kemitraan
Dalam coaching, posisi coach dan coachee mitra yang setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri. Coach bisa berbagi mengenai pengalamannya yang terkait dengan topik pengembangan coachee, namun hanya jika diminta oleh coachee, sebagai salah satu sumber belajar bagi coachee.
Kemitraan ini diwujudkan dengan cara kita membangun kesetaraan dengan orang yang akan kita kembangkan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara keduanya. Kesetaraan dapat dibangun dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri kita, pada saat kita akan mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua, lebih senior, dan atau lebih berpengalaman. Sebaliknya, kita perlu menumbuhkan rasa rendah hati pada saat rekan sejawat yang akan kita kembangkan adalah rekan yang lebih muda, lebih junior, dan atau memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari kita. Kemitraan dalam mengembangkan rekan sejawat, juga ditunjukkan dengan cara mengedepankan tujuan rekan yang akan kita kembangkan. Tujuan pengembangan ditetapkan oleh rekan yang yang akan dikembangkan, bukan oleh kita, yang akan membantu pengembangan tersebut. Mengapa? Dengan demikian, harapannya rekan yang kita kembangkan akan lebih merasa termotivasi dan berkomitmen dalam prosesnya.
Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada coachee untuk membangun kemitraan ini adalah sebagai berikut:
Apa yang ingin Bapak/Ibu kembangkan dalam enam bulan ke depan?
Apa yang ingin Bapak/Ibu capai di akhir semester/tahun pelajaran ini?
Di antara standar proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut Bapak/Ibu paling perlu Bapak/Ibu tingkatkan/kembangkan?
2. Proses Kreatif
Coaching adalah proses mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan. Diperlukan proses kreatif untuk mencapai tujuan tersebut. Proses kreatif dalam percakapan coaching adalah proses memantik pemikiran baru dalam benak coachee. Kreatif disini juga berarti kemampuan coach membuat coachee berpikir. Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan yang:
dua arah
memicu proses berpikir coachee
memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru
Agar proses kreatif dapat terjadi, seorang coach harus hadir secara utuh, mendengarkan coachee secara aktif untuk kemudian melontarkan pertanyaan agar coachee memahami situasi dirinya, situasi ideal yang dia inginkan, serta langkah-langkah untuk membawa dia dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang dia inginkan.
Pada saat kita menggunakan prinsip coaching dalam mengembangkan kompetensi diri coachee, maka percakapan yang berlangsung adalah dua arah. Yang kita lakukan adalah mendengarkan coachee dan kemudian melontarkan pertanyaan untuk membantu rekan kita untuk lebih memahami situasi dirinya, situasi ideal yang dia inginkan, serta langkah-langkah untuk membawa dia dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang dia inginkan.
Prinsip ini dapat membantu seseorang untuk menjadi otonom karena dalam prosesnya orang yang dikembangkan perlu untuk berpikir ke dalam dirinya untuk mendapat kesadaran diri akan situasinya dan kemudian menemukan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan proses kreatif antara pengawas sekolah yang mendampingi kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi dirinya.
Coach : Di antara kompetensi kepala sekolah yang tersedia, bagian mana yang menurut Ibu paling perlu dikembangkan atau ditingkatkan?
Coachee : Saya ingin mengembangkan kemampuan supervisi akademik berbasis coaching supaya guru-guru di sekolah menjadi mandiri dalam menerapkan pembelajaran yang berpihak pada murid.
Coach : Oh, jadi Ibu ingin mengembangkan kemampuan untuk melakukan supervisi akademik berbasis coaching untuk pengembangan diri guru dalam pembelajaran ya. Apa sih indikator bahwa Ibu sudah bisa menerapkan supervisi akademik berbasis coaching?
Coachee : Indikatornya, guru-guru merasa tidak lagi takut dan khawatir untuk disupervisi sebaliknya mereka menikmati manfaatnya karena dampaknya untuk pengembangan dirinya supaya dapat menerapkan pembelajaran yang berpihak pada murid.
Coach : Jadi indikatornya apabila guru tidak lagi merasa takut dan khawatir karena mendapatkan manfaat dari supervisi akademik untuk pengembangan dirinya, betul begitu ya?
Coachee : Iya betul Pak.
Coach : Nah, sehubungan dengan tujuan tersebut, skala 1-10, jika 10 Ibu sudah dapat menerapkan supervisi berbasis coaching, dan 0 belum memenuhi, Ibu saat ini ada di angka berapa ya?
Coachee : Sepertinya saya masih di angka 6 deh, Pak.
Coach : Di angka 6? Seperti apa itu angka 6 ya Bu? Bisa dijelaskan?
Coachee : Di angka 6 karena saat ini saya baru diperkenalkan dengan pendekatan coaching untuk Supervisi Akademik. Sepertinya saya masih fokus di observasi dan percakapan pasca observasi. Saya belum menerapkan prinsip kemitraan dengan membuat kesepakatan di percakapan pra observasi untuk menentukan bersama kompetensi yang ingin dikembangkan dan aspek-aspek yang perlu diobservasi.
Coach : Oh baik Bu, apabila saat ini situasinya ada di angkat 6, Ibu ingin meningkatkannya menjadi angka berapa dalam beberapa bulan ke depan?
Coachee : Ditingkatkan ke angka 8 deh pak.
Coach : Angka 8 itu seperti apa ya bu?
Coachee : Saya akan mulai supervisi akademik dengan percakapan pra observasi dengan menggunakan pola pikir coach, prinsip dan kompetensi coaching
Coach : Untuk menyiapkan percakapan pra observasi dengan pendekatan coaching tersebut apa sih yang sudah Ibu lakukan?
Coachee : (bercerita hal-hal yang sudah dilakukan)
Coach : Jadi Ibu sudah melakukan itu semua ya .... Apa lagi yang perlu ditambahkan atau dilakukan berbeda, untuk dapat melakukan supervisi akademik berbasis coaching?
Coachee : (berpikir dan mengatakan hal-hal yang perlu ditambahkan dan dilakukan berbeda)
Coach : Apa lagi?
percakapan coaching berlanjut sampai coachee terbantu menemukan jalan keluar dari situasi yang dihadapi.
Perhatikan contoh percakapan di atas. Guru yang menjadi coach hanya melontarkan pertanyaan untuk membantu rekan sejawatnya memetakan situasi dia saat ini dan situasi yang dia inginkan di masa depan. Dua pertanyaan terakhir adalah contoh pertanyaan untuk menghasilkan ide-ide baru. Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.
3. Memaksimalkan Potensi
Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan coachee, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh coachee, yaitu tindak lanjut yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh coachee sendiri.
Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh coach kepada coachee untuk bergerak maju adalah sebagai berikut:
Jadi apa yang akan Bapak/Ibu lakukan setelah sesi ini dari alternatif-alternatif tadi?
Kapan Bapak/Ibu akan melakukannya?
Bagaimana Bapak/Ibu memastikan ini bisa berjalan?
Siapa yang perlu dimintai dukungan?
Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh coach kepada coachee untuk meminta mereka menyimpulkan adalah sebagai berikut:
Apa yang bisa Bapak/Ibu simpulkan dari percakapan kita barusan?
Apa yang menjadi pandangan baru dari percakapan kita barusan?